Friday, April 13, 2012

The Beginning And The End

Selalu ada awal dan ada akhir.

Keduanya melengkapi, selalu ada dan kehadirannya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, tapi toh ketika proses di antara awal dan akhir telah selesai, manusia tetap sedih juga. Tetap haru juga. Tetap melankolis juga. Sama aja kaya gue.

Dari beberapa hari yang lalu gue udah sadar hari ini bakal jadi hari terakhir gue ke sekolah yang bener-bener 'ke sekolah'. Ke sekolah pake seragam SMA, ke sekolah untuk masuk kelas, ke sekolah untuk ketemu teman-teman sekolah, saling sapa, saling ejek, saling ketawa-ketiwi.

Gue juga berpikir goblok banget orang yang galau cuma gara-gara hari terakhir kaya gini, toh masih ada hari-hari lainnya, toh kita masih bakal ngurusin segala keperluan untuk lulus, masih ada perpisahan, belum lagi prom night, foto BT, reuni-reuni yang sudah pasti akan digelar.

Tapi ternyata gue gak bisa gak melankolis. Senyum-senyum mereka, ketawa mereka, lelucon mereka, pelukan mereka, resenya mereka, dongonya mereka, nyebelinnya mereka, itu semua muncul terus dalam otak gue seharian ini. Sehari yang bikin gue mikir, tiga tahun terakhir gue yang jalani ini adalah sebuah anugerah yang gak bisa ditukar dengan harta termahal sekalipun.

Hidup memang tidak sempurna, tapi merupakan sebuah anugerah kalau kita bisa mensyukuri dan merasa cukup dengan segala yang telah diberikan kepada kita.

Gue bakal kangen banget mereka. Gue bakal kangen banget bercanda goblok bareng mereka. Gue bakal kangen banget rumah gue diberantakin sama mereka. Gue bakal kangen banget ejekan mereka yang ngeselin tapi kok ya lucu. Gue bakal kangen banget segala julukan yang anak-anak ini buat. Gue bakal kangen banget hebohnya mereka yang selalu bisa bikin gue ketawa gak peduli seberapapun badmoodnya gue.

Gue tau dan gue sadar ini bukan akhir segalanya, ini hanya akhir dari suatu perjalanan kecil dan merupakan awal untuk langkah yang jauh lebih besar. Petualangan yang lebih beresiko. Dan gue excited dengan semua hal itu. Gue excited untuk merasakan dunia baru. Dunia perkuliahan. Gue excited juga untuk merasakan kebebasan baru. Seragam yang bukan menjadi kewajiban lagi adalah salah satu tanda kebebasan yang lebih luas buat gue. Dunia gue bukan putih abu-abu lagi. Dunia gue bukan anak-anak lagi. Dunia gue, dalam waktu yang sangat singkat, akan menjadi sangat berbeda. Di satu sisi memang menyeramkan, namun gue excited untuk ketemu orang-orang baru, merasakan pengalaman baru, merasakan adrenaline rush yang mungkin tidak gue dapatkan selama SMA ini.

Gue lega. Lega bahwa ini semua akan segera berakhir. Di satu sisi gue sendiri memang udah gak betah jadi anak SMA. Tapi gue gak bisa gak berkaca-kaca kalau inget mereka. Toh sekolah gue cuma sepelemparan batu dari rumah gue. Tapi bukan gedungnya yang bisa ngobatin rasa kangen yang pasti bakal hinggap di gue. Bukan reuni-reuni yang akan digelar. Moment-moment yang gak bisa diulang, moment-moment spontan yang terjadi, hal-hal kayak gini gak bisa diobatin.

I keep them as one of my best gift God has given to me. Well, I realize life goes on. They will always have a special place in my heart, a place where when I look at it, I'll just find myself smiling for no reason. :')

I love you guys. I do. And even though I feel like a total idiot right now, I just can't stand the thoughts of not having you guys near me. I'm gonna miss you guys like crazy.

Wednesday, April 4, 2012

Maya

Entah kenapa, setiap kali membuka blog ini, yang terlintas dalam pikiran gue hanyalah murni masa lalu.

Rasanya ada yang salah. Seharusnya blog ini adalah catatan untuk menyimpan ide-ide, harapan, mimpi, mungkin sedikit serpihan masa lalu, kemajuan dari waktu sekarang, dan lain-lain.

Bukannya masa lalu tok, kalau kata orang Jawa.

Seserpihan kenangan selalu datang setiap kali gue, dengan tidak sengaja, atau hanya dengan iseng, membuka blog ini. Blog yang dulunya sudah susah-susah gue bayar sehingga tidak ada embel-embel 'blogspot' di alamatnya. Blog yang pada akhirnya gue tinggalkan untuk beberapa lama karena sama seperti manusia pada umumnya, gue bosan. Gue jenuh dengan rutinitas menulis blog. Gue sempat bingung akan seperti apa jenis tulisan gue ke depannya.

Krisis identitas. Sesuatu yang wajar untuk dilalui seorang remaja tanggung.

Tetapi sekarang, keinginan untuk menulis itu muncul lagi. Bahkan selama gue hiatus dari blog ini, gue tidak benar-benar berhenti menulis. Menulis diary di buku sungguhan tetap gue lakukan, aktivitas yang gue cintai semenjak berumur sembilan tahun.

Dan di saat keinginan untuk bangkit itu muncul kembali, gue membuka blog ini, dan bukannya pencerahan yang gue dapatkan untuk maju ke depan, serpihan masa lalu malah menusuk ke dalam otak gue.

Blog ini seperti menyimpan diri gue yang lain. Seseorang yang gue tau dan sadar dulu ada di dalam diri gue, namun sekarang rasanya seperti melihat ke dalam TV. Seperti melihat melalui perspektif seseorang yang lain. Namun perasaan yang tertinggal tetap ada di dalam sini, tidak ikutan mengabur.

Dunia maya, untuk sebagian orang, adalah dunia yang menyimpan berbagai keburukan. Mungkin benar adanya seperti itu. Dunia maya, untuk sebagian orang yang lain, adalah dunia yang tidak penting, dunia yang tercipta hanya untuk para pecundang yang tidak berani menghadapi dunia sebenarnya. Mungkin memang benar juga seperti itu. Dunia maya, untuk sekelompok orang yang lain, adalah dunia untuk berkomunikasi dengan yang jauh, yang tidak tampak mata, walaupun sekarang dunia maya dapat menjauhkan apa yang sudah di depan mata [beruntung gue tidak(lagi) menjadi orang yang seperti itu].

Namun, bagi gue, dunia maya menyimpan kenangan besar tentang hal-hal yang dulu gue cintai, gue minati, dan mungkin masih gue cintai sampai sekarang, namun tertinggal tak terucap. Dunia maya bukanlah sebuah bagian yang penting dari fase kehidupan seseorang, namun dunia maya menjadi penting bagi gue karena disitu, terdapat bukti, bukti yang masih bisa gue baca sampai sekarang, bahwa kejadian-kejadian itu memang benar terjadi. Bahwa hubungan-hubungan itu, konflik-konflik itu, memang benar ada dan bukanlah hasil rekayasa pikiran gue semata.

Lucu rasanya melihat orang-orang yang dahulu berarti sangat penting bagi kita, namun sekarang tidak saling menyapa ketika bertemu. Menurut gue pribadi, lebih menyakitkan hanya berpapasan dan memberikan senyum formil dibanding tidak menyapa sama sekali. Setidaknya, gue bisa membangun cerita di kepala gue sendiri bahwa kita tidak saling lihat. Bahwa hal-hal masih sama seperti dahulu kala, walaupun kenyataannya tidak selalu berkata begitu. Ah, bukankah kenyataan memang selalu berkata lain?

Gue orang yang skeptis tentang perasaan. Gue orang yang lebih realistis dibanding cewek-cewek remaja pada umumnya. Dulu gue biasa bermimpi mengenai perasaan yang berkembang, skenario yang mungkin saja terjadi, namun mimpi itu sekarang terkubur. Gue kangen jadi seorang anak, murni tanpa tanggung jawab berarti, murni tanpa pengetahuan tentang kebobrokan manusia, dimana yang gue lakukan hanyalah mengeksplor apa yang ada di sekitar gue. Menemukan. Pengharapan. Bahagia. Kasih sayang.

Hal-hal yang semakin kesini, gue tau hal tersebut tidak hilang, namun semakin sulit dicari.

Akhir-akhir ini sering gue bertanya kepada diri gue sendiri. Adakah yang salah dengan diri gue ini? Kenapa pola pikir gue berbeda dengan kebanyakan orang? Kebanyakan orang menyampaikan pendapat yang serupa, namun mendengar pendapat mereka, yang bisa gue lakukan hanyalah mengernyit heran dalam hati. Sempit, sempit sekali rasanya dunia dimana hal tertentu harus menjadi pandangan umum. Lingkungan dimana gue tinggal belum bisa menerima bahwa seseorang bisa saja memiliki ide-ide berbeda, paham-paham berbeda. Kebanyakan dari mereka belum mengerti bahwa setiap manusia itu memiliki kepala yang berbeda.

Satu hal yang sangat jelas di benak gue adalah gue tidak ingin menjadi seseorang yang tidak mau mendengarkan orang lain, seseorang yang tidak bisa menghargai perbedaan, seseorang yang mendasarkan sesuatu pada hal-hal yang imajiner dan muluk, seseorang yang buta, seseorang yang mau saja terbuai oleh janji manis tanpa mau berusaha, seseorang yang maya, seseorang yang tidak nyata di kehidupan manusia yang sangat nyata ini.

Saturday, February 4, 2012

Time

Membuka kembali blog ini rasanya seperti membuka lembaran masa lalu. Bukan sekedar 'rasanya' sih, tapi memang nyatanya kembali berhadapan dengan draft posting ini sama saja dengan memancing semua kenangan yang pernah gue lalui, melalui halaman-halaman sederhana yang bersifat maya ini.

Ada beberapa fase penting yang gue lalui, yang tanpa disadari, telah gue lalui bersama blog ini. Beberapa pelajaran penting yang gue terima, telah gue share dengan blog ini untuk waktu yang tidak sebentar. Melalui tahun-tahun yang konyol itu, gue belajar banyak hal penting, seperti misalnya untuk tidak terlalu mudah percaya kepada seseorang, untuk tidak bergantung kepada hidup orang lain, untuk tidak mengambil keputusan-keputusan bodoh, yang beberapa tahun lalu gue ambil dan menyisakan sesal bahkan hingga sekarang.

Membuka kembali lembaran masa lalu, buat gue, selalu menyisakan perasaan yang campur aduk. Gue bukan tipe orang yang akan tenggelam dalam penyesalan. Gue tipe orang yang tau betul bahwa perasaan itu tidak ada yang abadi. Bahwa segala sesuatu memang akan berlalu. Bahwa hidup, tidak peduli seberapa berantakannya untuk seseorang, akan tetap berlanjut. Dan tidak ada seorang pun yang akan bersedia menunggu untuk selamanya. Karena kita semua punya limit, batas, di dunia ini.

Rasanya semua orang terburu-buru, bahkan gue. Semua orang berlari, semua orang saling mendahului. Semua orang ingin mencapai garis finish secepat mungkin hingga mereka melupakan inti dari perjalanan ini sendiri. Gue gak mau jadi orang yang seperti itu.

1 tahun berlalu semenjak post terakhir gue di blog ini. Ada banyak hal yang berubah. Yang paling gue rasain sebetulnya adalah how I manage my feeling to the people surround me. Fact is, it actually scares me how I stay as far as possible from any risky feelings. I build walls instead of bridges.

Beberapa bulan lagi hidup akan menjadi sangat berbeda buat gue. Beberapa bulan lagi gue udah gak bakal memakai seragam kebanggaan remaja di Indonesia, putih abu-abu. Beberapa bulan lagi gue gak bakal bertemu teman-teman SMA gue lagi setiap hari, makan bekal di kelas, atau ramai-ramai hinggap di rumah gue dan bikin kamar gue kaya kapal pecah. Beberapa bulan lagi, gue tau gue bakal kangen sama masa-masa ini. Tiga tahun adalah waktu yang cukup untuk menyayangi orang-orang idiot ini.

Kata Einstein, waktu itu relatif. Waktu, untuk gue, tidak perlu menjadi serumit itu. Relatif atau tidak, waktu selalu maju ke depan. Suka atau tidak, masa lalu tidak dapat diulang kembali, masa depan tidak dapat dilangkahi. So right now what I'm exactly doing is to make the best of this. This is present, a gift which I shall not throw away.

Di satu sisi, gue excited banget untuk menghadapi dunia perkuliahan. Suasana baru. Teman-teman baru. Cara-cara baru. Kebebasan baru. Kesempatan baru. Dunia yang lebih luas. Awal yang baru lagi. Namun di sisi yang lain, gue bertanya dan terus bertanya, siapkah gue berpisah dengan makhluk-makhluk idiot ini? Sama HCI? Sama Involve? Sama Vensarges? Sama Scovelixthree? Sama Gabil? Sama Music Frequency? Sama Affection? Sama Strovolt? Sama SMA Negeri 21? Siapkah gue untuk keluar dari zona nyaman gue dan menghadapi segala sesuatunya secara lebih dewasa?